Menangisi temanku

Kembali mengingat kala itu.
Dimana aku menangisi kenyataan.
Prinsip kita tak lagi sama.
Waktu yang tak memperbolehkan kita bertemu.
Sedikit waktu yang kita miliki, hanya diisi dengan pertemuan singkat.
Harusnya aku sadar bahwa kamu tlah jauh berubah.
Namun aku dengan semua projectku yg tak mengijinkan aku untuk melihatnya.
Angin kecil datang dan mematahkan dahanku.
Seperti hatiku yang lebih kau pilih untuk tinggalkan.
Mencintai sahabat itu salah satu kesalahan terbesarku.
Walau semua sudah aku perhitungkan.
Tapi persetan itu semua saat hati sedang dimabuk asmara.
Kini kau mengenalku saja tidak.
Untuk sekedar menyapa saja pun tak bisa.
Untuk tetap menjaga kontakpun tidak.
Untuk melupakan kenanganmu membutuhkan waktu yg tak singkat.
Mengumpulkan remah-remah hati yang telah kau patahkan.
Menyiapkan mental dengan pertanyaan orang disekitar.
Aku tidak menyesali berahkirnya cerita cinta ini.
Aku hanya menyesali kenapa hubungan pertemanan ini harus berahkir.
Munafik sekali kalo kami bisa menjadi sahabat kembali.
Saat hati masih saling terluka.
Kenapa tidak menjadi teman biasa saja.
Mungkin khayalku yg terlalu tinggi.
Atau imajinasiku bermain terlalu dalam.
Entahlah aku merindukan sosokmu.
Sampai saat ini belum ketemukan kembali sosok teman yg mengisi ruang kosong ini.
Teman jalan terbaikmu dahulu,
Arin

Comments

Popular posts from this blog

Sebuah Pertemuan

sebuah keikhlasan